Oleh: Adi Darmawan
/a/
Sesosok bayangan mereda setelah hujan
dengan begitu tinggalah, selengkingan
klarinet pada serumpun malam. Jauh
dari hingar-bingar kota, menyelinap
masuk dalam kesunyian yang paling
disegani matamu, bila hitam adalah
salah satu dari antek-antek malam.
/b/
Serupa garis-garis khayal yang memetakan
Sebagian wajahmu. Kala itu pun, sejenak
Kubiarkan diri dipantulkan cermin dengan
berharap pada dinding-dinding retak kamarmu
yang sudi mewujudkanku sebagai ruh-ruh
penasaran, siap tertembus panah-panah api
di waktu yang tak terkembalikan.
/c/
Juni. Bulan yang tidak pernah terlambat hadir
Di mimpi burukku. Kusangka kematian hanya
Mendatangi mereka yang lelah. Tidak pada
Orang-orang jujur. Kematian adalah pencuri.
Seperti hantu-hantu yang keluar dari rumahmu,
Hanya terasa tanpa mewujud nyata. Aku adalah
Kebencian yang mengendap di bulan juni, sirna
Dalam temaram sinar rembulan.
/d/
Melalu. Kesukaanmu memenjara burung-burung gagak
Mendorongku untuk semakin mencintai semua
Yang berkaitan dengan warna hitam. Termasuk
Hari di mana aku bunuh diri, adalah kematian
Yang kuharap terperangkap di tembok bata kamarmu
dan orang-orang yang tersesat di hutan luka terpantul-
pantul di sebelah mata kirimu.
Hitam pekat warnamu tinggalkan kesunyian
tersudut di ruang gelap malam
Jiwa yang lelah rintihkan kerinduan
Apakah kematian adalah akhir kehidupan?
Ataukah mati menjadi gerbang bagi jiwa yang terbebaskan
Hitam-hitam, warna mu pekat hitam
Tak guna bersemanyam dalam hitam
Jika kemungkinan punya warna di lain kehidupan
Aku mencoba kemungkinan lewat kematian
Kematian bak gerbang kehidupan baru
Entah ia ada ataupun tiada
Setidaknya jiwa terbebas dari raga
Yang terkadang mengurung bagai neraka