Hello Makna Kata

Menelisik Makna dalam Untaian Kata

Hanya hampir, itu saja!

IMG_0359
Mixing heart; Rianti 2016

“And we can deny it as much as we want
But in time our feelings will show
‘Cause sooner or later
We’ll wonder why we gave up
The truth is everyone knows

Almost, almost is never enough
So close to being in love
If I would have known that you wanted me the way I wanted you
Then maybe we wouldn’t be two worlds apart
But right here in each other’s arms
And we almost, we almost knew what love was
But almost is never enough”

-Almost is never enough; Ariana Grande & Nathan Sykes-

Arrgh! Lagi-lagi lagu ini yang terputar di stasiun radio favorit saya. Lagu ini seolah menghantui saya. Mengapa menghantui? Karena lagu ini hanya akan memunculkan satu nama di dunia saya: Ratih Candra Kirana.

2009

Siang itu saya sangat terburu-buru. Ada kelas yang harus saya isi satu jam lagi, karena sang dosen tetapnya mendadak ada rapat penting dengan para petinggi kampus. Beliau baru saja mengabarkan informasi tersebut dengan saya lima menit yang lalu.

“Dik Dimas bisa ya, nanti berikan saja contoh-contoh kasus untuk dibahas bersama, disesuaikan dengan materi saya minggu lalu. Ok ya Dik? Terima kasih sudah dibantu”, Klik-. Telepon pun ditutup.

Nasib menjadi seorang asisten dosen. Harus siap sedia menggantikan layaknya dokter jaga 24 jam. Masalahnya adalah, siang itu saya harus menemui salah satu profesor di fakultas lain untuk mendiskusikan kesempatan saya melanjutkan sekolah. Hari ini saya benar-benar seperti makan buah simalakamal (yak, kata banyak orang rasanya seperti itu).

“Halo Kang, cari siapa ya?”

Itu adalah sapaan termanis di sepanjang hari yang akhirnya saya dapatkan. Setidaknya terasa seperti minum air dingin di tengah kemarau, sangat menyejukkan. Saya menoleh untuk melihat si pemilik suara itu. Perempuan berkulit sawo matang dengan rambut sebahu yang dibiarkan terurai. Wajahnya sangat manis. Alisnya terlukis sempurna seperti sepasang bulan sabit diatas sepasang mata hitam yang menatap tajam. Rambutnya berkilau  hitam sekelam malam. Wajahnya tirus namun tampak segar dengan pipi bersemu merah jambu. Dia hanya mengenakan make-up minimalis. Tampak dari bibirnya yang tersapu tipis pewarna bibir peach menggemaskan. Perempuan di depan saya seolah menghipnotis.

“Kang ?! cari siapa ? Mungkin ada yang bisa saya bantu?…Oiya nama  saya Ratih.”. Uluran tangannya saya sambut, Itulah kali pertama kami berkenalan. Tanpa sadar wajahnya telah menghangatkan hati. “Hai Ratih, Saya Dimas dari Fakultas Ekonomi, Pak Dekan ada?”

2010

“Halo cantik!” sapa saya sambil menutup kedua matanya dari belakang. Dia tersentak dan tersenyum, “Dimas, jail banget sih kamu. Sinih, kebiasaan deh, telat terus. Kamu mau pesen apa?”. Itu adalah pertemuan rutin kami. Sejak perkenalan kami setahun lalu. Kami selalu berusaha untuk menyempatkan diri makan siang bersama setidaknya sekali dalam dua minggu. Pertemuan yang selalu saya tunggu-tunggu. Pertemuan yang selalu membuat saya begitu menikmati senyum manisnya. Eh, sudah saya katakan kan kalau dia punya senyum begitu manis? Kekaguman saya akan gadis ini selalu bertambah, seolah dia punya sejuta pesona yang akan membuat siapapun terkagum-kagum.  Dan tidak pernah bosan. Yak, bersamanya selalu menyenangkan. Saya selalu menantikan saat-saat kami tertawa begitu lepasnya. Kami adalah dua sahabat tak terpisahkan.

2011

“Hey Ganteng, manyun aja tuh mulut. Kamu kenapa?” Dia selalu menyapa dengan suara yang lembut. Sangat menyejukkan hati. Mau tak mau, kala itu saya pun melempar senyum tipis padanya. Kemudian dia melanjutkan pertanyaan seolah dapat membaca isi pikiran saya. “Kamu berantem lagi sama Ayu? Kenapa lagi, Say?”

Yah…dia selalu bisa membaca pikiran saya. Dan kebenaran yang kedua adalah, ya, ini berhubungan dengan Ayu. Ayu Kinanti adalah perempuan yang telah mengisi hati saya selama tiga setengah tahun ini. Kami mengikrarkan perasaan kami masing-masing sedikit lebih dulu sebelum pertemuan itu. Pertemuan saya dengan kamu. Sebelum kamu mampu menghangatkan hati saya melebihi dia. Sebelum belakangan ini saya selalu lebih mencari kamu ketimbang dia untuk sekedar berkeluh kesah ataupun bertindak konyol dan tertawa lepas sepuasnya. Hanya KAMU. Dan sepertinya dia menyadari itu. Saya mencintai Ayu, tapi saya terlalu nyaman bersamamu. Rasa apakah itu?

“Ayu cemburu sama kamu, Tih”

“Heeee… cemburu? Kok bisa? Emangnya aku ngapain sama kamu? heheheehee”

“Ya itulah, aku juga gak paham. Namanya perempuan, susah ya buat dipahami”

“Ah, masa? Kamunya kali Mas….namanya perempuan, senengnya diperatiin. Sedikit dimanja juga boleh, mereka suka itu”, balasmu sambil tersenyum. “Kita juga suka loh kalo merasa dibutuhkan. Ya..keperti kamu aja kaum lelaki, kalo sedikit-sedikit prempuan kamu minta tolong untuk sesuatu, kamu pasti senang kan? Merasa sangat dibutuhkan dan kita gak bisa aja gitu hidup tanpa lelaki…huuuuu”, kemudian kamu memanyunkan bibirmu…Kamu tetap manis, Ah!

“Terbalik Ratih, justru saya yang butuh dia. Inget bulan lalu waktu saya sakit? Dia sama sekali gak jenguk. Malah kamu yang khawatir, sampai dateng jengukin aku bawa-bawa buah hahahaaha”. Aku lihat wajahmu tiba-tiba bersemu merah jambu. Tanganmu pun memukul bahu dengan lembut.

“Ih, itu mah kamu aja yang manja, tapi seneng kan aku dateng…Buktinya langsung sembuh hehehe”, menutupi malu-mu.

“Iya, saya seneng. Makasi ya”, saya menjawab mantap, sambil mengacak anak rambutmu di dahi yang sungguh menggemaskan. “Hayu lah kita makan, mau di mana nih sekarang?”

2012

Beep beep

Beep beep

“Halo Say…kamu lagi ngapain?”

“Hai Say, aku baru mau tidur nih, long day”

“Wah, kalo saya malah gak bisa tidur, hehehe”

“Pantes suara kamu bantal banget Say. ada apa nih?”

“Ahahaaha…kangen aja sama suara kamu Say. Lagian sombong banget sih gak pernah telpon-telpon lagi”

“Aaaa..Maapin aku Say. Aku lagi sibuk banget disini…Banyak laporan dan tugas yang harus diselesaikan…, maapin yaaaa, aku gak lupa kok sama kamu, Dimas Ganteng hehehe”

“Iya deh saya percaya. Btw, saya mau kamu jadi orang pertama yang tau. hmmm… Saya baru aja putus, Tih”

“………………………………………………………………………………………………………………”

“Ratih, kamu masih disana?”

“Eh iya, aku kaget aja, kok bisa Say?”

“Siapa yang mengakhiri?”

“………………Saya………………….”

“Oh,……………………………………”

“Tapi sekarang saya sedih banget Ratih……..Saya sayang banget sama Ayu. Saya cuma gak tahan aja dengan sikap cuek dia. Sore tadi kita berantem, dan saya akhirnya mengucapkan kata itu. Kita putus……Padahal kenyataan ini sangat menyakitkan saya juga. Saya nangis semaleman…..Sakittttttt, Tih”

“Hm, aku paham Mas….pasti sakitlah, kamu sama dia udah hampir lima tahun kan? Pasti sakit banget lah…….Sinih aku temenin kamu nangis. Sepuas-puasnya Mas. Aku temenin dari sini ya…Setelah puas, mudah-mudahan bisa lega. dan kamu bisa moving forward. Mungkin ini memang yang terbaik untuk kalian berdua”

“Makasih Ratih….kamu sahabat terbaik. Saya kangen kamu disini”

“Aku juga kangen, Dimas ganteng. Pasti sekarang muka kamu kaya kepiting rebus yah. Kulit kamu kan putih banget. Kalau nangis gini, pasti muka kamu lucu deh pake banget biar makin lucu! hehehehe….terus hidung gedenya pasti kembang kempis kayak pompa ban kempes gitu… pasti ngegemesiiiin, hehehe”

“Ratiiiiiihhh………saya lagi sedihhhhh banget kok kamu malah ngelucu sih???? Kamu gak pekaaaaaaaa, jahat bangeeeeet, heh!”

Tapi pagi itu, kamu dapat, dengan sekali lagi, seperti biasanya menghangatkan jiwa ini. Pagi itu kamu mengembalikan senyum saya, dan kita tertawa bebas dan lepas seperti biasanya. Pagi itu, untuk pertama kalinya saya bisa tertidur begitu pulas setelah hari yang begitu panjang dan menyiksa diri.

2013

Beep beep

Beep beep

“Halo ganteng, ini aku”

“Ya, Say…..apa kabar?”

“Aku baik Say. Eh tiga bulan lagi aku pulang ke Bogor, hmmmm…. kira-kira kamu bisa ambil cuti gak untuk sekitar satu minggu  balik ke Indo juga?”

“Tiga bulan lagi? Wah iya saya kebetulan harus pulang untuk mulai ambil data. Bisa lah nanti saya selip-selipin jadwalnya ditengah-tengah penelitian…ngomong-ngomong, ada apa nih kamu balik?”,

“Hmmmm…aku mau kamu jadi salah satu saksi aku Say”

“Saksi? Buat apa? Maksud kamu?”

“Iya, hehehe aku sekalian mau ngabarin, mas Eko ngelamar aku Say……Aku akan menikah tiga bulan lagi. Kamu bener ya bisa pulang. Aku mau kamu ada di sana di saat paling berbahagia buat aku”

Mendengar berita itu, saya rasakan bagai tubuh tersengat puluhan ribu kilo watt listrik. Bagaikan tersambar petir ditengah hujan badai. Bagaikan peluru tertembak dan langsung bersarang di tempurung kepala. Bagaikan kau cabut jantung dari tubuh ini dan biarkan yang tersisa hanyalah tubuh tanpa jiwa. Karena telah kau bunuh jiwa ini. Ia menghilang bersama kabarmu. Yang saya rasakan hanyalah kekosongan.

2014

“Hai Ratih….apa kabar hari ini?”, saya menyapa di tengah kantin kampus yang cukup ramai, tempat kami biasa menghabiskan sore sebelum kembali pulang ke kehidupan masing-masing. “Hei Dimas, baik banget…kamu? Beres semua data yang harus dikumpulkan?”, balas mu, masih dengan senyum yang manis itu, tatapan yang tajam itu, serta suara yang lembut itu. Sayangnya…kamu sudah menjadi milik lelaki lain. Masihkah saya memiliki kesempatan itu. Untuk selalu menikmati keindahanmu dari jauh? Nyatanya kita masih melakukan kebiasaan seperti biasanya. Menyempatkan untuk selalu bertukar cerita dan setidaknya satu kali dalam dua minggu untuk duduk di kantin ini dan melepaskan segala beban dunia untuk menikmati kebersamaan. Seperti masa lalu. Tidak ada yang berbeda, status kita tetap sama, walaupun kenyataan telah jauh berbeda.

“Saya pengen cepet-cepet nyusul kamu ah. Nikah itu enak ya Tih?, pernyataan dan pertanyaan yang bodoh.

“Ahahaaaaa..biasa aja ah, ngomong-ngomong kamu bicara gitu udah ada calon?”

“Calon banyak Tih, bingung pilih yang mana, saya sih pengennya yang terbaik. Makanya kita liat aja nanti siapa yang berhasil”

“Ahahahaaaa…Kamu tuh Say, gak pernah berubah, sok gantengnya tetep aja ya nempel. Tobat. Pilih salah satu. Aku perempuan loh. Gak enak kalo kayanya malah dipermainkan gitu perasaannya. Gak jelas statusnya gimana. Ayo ah nanti pamali. Kamu kan punya adik perempuan. Kalo adik kamu digituin sama laki-laki gimana?”, jelas ku panjang lebar.

“Kok, kamu marah sih Say. Kamu kan biasanya selalu dukung saya.”

“Yah beda lah Mas, Aku dukung kamu ke yang baik. Ya aku perempuan lah. Aku tau aja rasanya gimana jadi perempuan-perempuan itu. Yah, terserah kamu aku cuma bisa kasih saran. Ngomong -ngomong kapan kamu harus kembali ke Amerika? “

“Lusa Say, aku gak akan balik lagi sampe akhir tahun depan atau tahun depannya lagi”.

“Hmmm, okay”, jawabmu singkat. Masih terlihat kekesalan disana. Kekesalan yang saya tidak pernah paham datang dari mana. Kekesalan yang hingga hari ini saya tidak pernah tahu alasannya.

Hari itu juga kali terakhir kita berbagi cerita. Kita bercengkrama dan tertawa lepas bebas. Setelah hari itu tidak ada lagi kita. Setelah hari itu kita perlahan menghilang dan kebersamaan yang tinggal menjadi kenangan.

2015

Saya telah kembali ke tanah air tercinta. Saya pulang ke kota di mana semua tentang kita membekas di setiap sudutnya. Kita yang telah mengukir tawa bersama hembusan angin kota hujan. Melukis langitnya dengan semua cerita indah persahabatan. Senyummu yang terhias di setiap titik kampus. Dulu disana ada kita. Kini hanyalah ada saya dan kamu. Kita menjadi dua orang asing seolah tidak pernah saling kenal. Kita telah kehilangan sentuhan itu. Kebersamaan itu. Ketidaksengajaan itu.

Saya telah kembali ke kampus tercinta. Entah kau sadari itu atau tidak. Saya disini, begitu dekat namun tidak dapat berjumpa. Tidak ada lagi kejutan-kejutan itu. Yang ada hanyalah saya yang belum mampu melupakan. Gadis berkulit sawo matang dengan rambut hitam segelap malam. Berkilau bagaikan sutra yang membingkai keindahan wajah sempurna. Tatapan mata tajam dan senyuman tipis di bibir merah jambu. Satu nama yang tidak pernah mampu saya hilangkan, karena kenangan akan dirinya selalu mampu menghangatkan jiwa hingga kini.

Dan lagi-lagi; lagu itu sayup terdengar dari sebuah toko selular di samping lampu merah. Sore itu lalu lintas padat seperti biasanya. Puluhan mobil beradu jalan dengan ratusan motor yang tak mau mengalah satu sama lain. Menciptakan keruwetan sore di tepian langit senja. Rangkaian lirik hanya bisa membuat saya tersenyum kecut menikmati perjalanan kali ini. Lagi-lagi saya ingat sosok manismu. Tampaknya saya masih harus lama menunggu di pinggir jalan ini.

“I’d like to say we gave it a try
I’d like to blame it all on life
Maybe we just weren’t right, but that’s a lie, that’s a lie

…………………………………………………………………

If I could change the world overnight
There’d be no such thing as goodbye
You’d be standing right where you were
And we’d get the chance we deserve”

-Almost is neer enough; Ariana Grande & Nathan Sykes-

 (Rianti, Juni 2016)

(Cerpen terinspirasi dari lagu Ariana Grande & Nathan Sykes – Almost is never enough”)

0 thoughts on “Hanya hampir, itu saja!

  1. Hallo,Mba Rianti.
    Saya suka nih sama ceritanya. Bagusss!
    Oiya saya agak bingung, di tahun 2014 ada kalimat “kita semua telah menjadi milik lelaki lain.”
    Dimas jadi suka sama cowok ya Mba?

  2. Hallo,Mba Rianti.
    Saya suka nih sama ceritanya. Bagusss!
    Oiya saya agak bingung, di tahun 2014 ada kalimat “kita semua telah menjadi milik lelaki lain.”
    Dimas jadi suka sama cowok ya Mba?

Leave a Reply to Esa Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *