Siapa sih yang tak kenal Willibrordus Surendra Rendra, alias W.S. Rendra? Beliau adalah pujangga terkenal di negeri ini yang juga sangat dicintai di dunia internasional. Artinya jelas, karya-karya beliau amatlah penting dan sangat memperkaya khasanah dunia sastra di Indonesia. Semasa hidupnya, beliau rutin mengadakan panggung pembacaan puisi karya-karyanya. Kegiatan ini tentu saja mendekatkan diri sang idola dengan para penggemar sastra serta meneguhkan karyanya di hati para pendengar, penikmat, dan penyimak lewat penghayatan dalam pembawaan menyelami setiap kata-bait irama sastra.
Kini, W.S. Rendra hadir dalam kumpukan puisi-puisi cintanya. Yang diakui oleh Sang Pujangga bahwa dia telah mengalami masa puber pertama, kedua, ketiga dan keempat. Buku ini mengumpulkan karya-karya yang ia tulis sejak puber pertama hingga ketiga. Dari buku ini, kita dapat menikmati proses metamorfosis Wendra dalam bersastra.
Bahasa yang begitu lugu nan polos berserakan pada kumpulan bab puber pertama. Puisi -puisi cinta yang ia hasilkan kala masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kemudian karya beliau berubah menjadi lebih dewasa dengan kacamata pemahaman cinta yang lebih luas. Mewakili pertumbuhan beliau menjadi pria yang dewasa. Kemudian buku ini diakhiri dengan tiga karya yang dihasilkannya pada masa puber ketiga. Pada bagian ini kita bisa menyelami kebijakan Rendra pada setiap karyanya dengan penuturan yang begitu dewasa, menyiratkan kedalaman pemahamannya akan cinta.
Saya pribadi suka dengan: “balik kamu balik, bukannya di Madrid, dan sajak cinta ditulis pada usia 57″siapakah saya yang berani membahas karya sastra ini? Saya bukanlah siapa-siapa. Saya hanyalah seorang perempuan yang sedang belajar untuk mencintai karya sastra Indonesia.
“Cintaku kepadamu telah me-waktu.
Syair ini juga akan mewaktu.
Yang jelas usianya akan lebih panjang
Dari usiaku
Dan usiamu.”
-W.S.Rendra – Sajak cinta ditulis pada usia 57
(Rianti, 2016)