Hello Makna Kata

Menelisik Makna dalam Untaian Kata

Untuk diriku dan teman – temanku

Jakarta di pelabuhan temaram saat ini adalah bayaran untuk setiap peluh yang bersarang di balik pakaian kusutmu. Gedung – gedung raksasa Jakarta akan menjadi sebongkah ovum yang kemudian meleleh menjadi darah, membuat jalanan Jakarta seperti dibanjiri tinta merah. Pada sisi lain Jakarta, anak- anak kampung di tanah lapang mendongakkan kepala mereka ke angkasa, menyaksikan langit yang sedang kasmaran dan burung – burung gereja birahi. Tak ada tempat untuk mendung melukiskan dirinya. Bermuram durja hanya akan menjadi sesuatu yang sia –sia. Segera usir segala kepenatan yang kau bawa sejak fajar menjejaki langit. Rasakan semilir angin yang tiada henti menggelitik kulitmu, membuat nyaman hingga kau lupa pada pijakanmu. Menyatulah dengan semesta, senadakan detak jantungmu dengan gemuruh di atas punggung Jakarta. Sekali seumur hidup, kau perlu tahu rasanya menjadi angin yang kerapkali dicampakkan namun tak pernah luput membawa kesejukkan bagi siapa saja yang hidup di bumi. Tak ada yang sempurna, tangan – tangan semesta terkadang menjadi kotor ketika ia murka. Maka tak apa jika kau menangis karena merasa gagal akan banyak hal. Tak apa jika harus membenci terlebih dahulu untuk dapat mengikhlaskan. Tak apa untuk merasa kecewa. Manusia alamiahnya terluka dan bahagia, datang kemudian pergi. Semakin lama kau hidup, semakin kau akan paham bahwa semesta punya idealismenya sendiri. Jangan terlalu memaksakan, kau sudah hebat bisa hidup sampai detik ini. Kau ingin marah atau bersyukur, itu terserah. Tetapi saat ini, ijinkan Tuhan mengecupmu lewat temaramya.

Karya: Salma Raudatunnisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *