
(Catatan MaknaKata: Puisi ini telah dinobatkan sebagai Pemenang Ketiga dalam Lomba Puisi 2016-Departemen Biologi IPB)
Biar seharian ini Daku dipenuhi sedalam rindu
Setapak jalan ku lalui
Penuh udara tercampur bau tanah
Siraman air dari langit
Meluruhkan kepenatan
Menyadarkan diri
Bahwa kasihmu lebih dari ribuan tetes hujan
Ayah, Tuhan menganugerahimu selembar kertas putih
Cantik kertas itu tak bernoda
Kau rangkai kertas itu dengan lukisan kebahagiaan
Kau tuliskan kebaikan dengan penamu
Namun, kecil beranjak besar
Baik beranjak buruk
Aku mengotori lukisanmu
Merusak segala kebaikan yang kau tuliskan
Dengan hentakan suara kasar serta keras perangai diri
Aku ibarat sebilah pisau runcing
Terus melukai hatimu
Namun kasihmu, Ayah
Menumpulkan runcingnya pisau itu
Melumpuhkan kerasnya hati
Kepayahan selalu menyelimuti
Saat itu kau kembali lukiskan
Suatu keberanian diri dalam kertas putih itu
Dikala kotor air dalam gelas
Kau tambah dengan indahnya kebaikan
Lambat laun air berubah bening
Itulah Ayah, Sebait sabda bijak yang kau nasihatkan padaku
Terbisik sebuah lamunan
Kertas putihmu itu merenungkan
Arti sebuah kasih
Deru knalpot motor tuamu
Sebuah bukti cintamu bagiku
Panas terik sang surya
Redup hari dikala mendung
Aliran keringatmu, Ayah
Sesuatu yang tak terhitung
Hingga satu persatu, hitam rambutmu memutih
Kasihmu tetap bak aliran sungai
Tak terhenti, takkan surut
Kertas putih cantik semula bernoda
Kini terhias lukisan indahmu kembali
Lukisan lambang keberanian
Lukisan lambang kepercayaan
Lukisan lambang keteguhan
Sejuk fajar subuh, teduh lembayung senja
Tak ubahnya layak syukurku pada Tuhan
Terciptanya seorang lelaki sempurna
Yang tak henti memberi kasih pada putrinya
(Oleh: Lutfiani Maulidya)
Jadi kangen bapak….!