
Bagai cahaya biru sang Rigel
Di penghujung gelapnya kota hujan
Besitan tatapanmu sekuat kilasan cahayanya
Rona senyummu melemahkan sinar bintang lain
Bagai aroma kerinduan sang Excelsa
Pekatnya tiada arti tanpa kebebasan
Terdiam tanpa tatapan, menatap kebahagiaan jiwa lain
Seolah terperangkap dalam ruang baru tanpa memori
Disinilah kita terpaku tanpa kata
Penuh tatapan isyarat
Penuh keinginan yang tidak terekspresikan
Kemarilah, diluar sedang hujan
Punggung yang selalu ingin ku jadikan tameng
Cengkraman tangannya penuh arti kerja keras
Aroma tubuhnya berbaur dengan kedamaian hujan
Tatapannya membuatku terbuai
Tenggelam dalam kehangatan membara
Melepaskan semua kesadaran diri
Membiarkan diri hanyut kedalam kegelisahan
Embusan nafasnya terdengar begitu lelah
Sinar itu sirna, aroma itu hilang
Sang Rigel meninggalkan sebuah kopi disudut ruangan
Meninggalkan lembaran memori yang baru
Hilang di persimpangan tanpa kabut tanpa hujan
Teruntuk yang ku namai Rigel (bintang biru)
Oleh: Rizka Novitasari