Hello Makna Kata

Menelisik Makna dalam Untaian Kata

Masih di Kota Hujan

Bogor-Hujan
Kota Hujan

Hari ketiga di Bulan September di tahun 2012 dan masih tetap di Kota Hujan.

Hari ini begitu berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Sebuah cerita baru akan dimulai lagi di Kota Hujan.

Seperti biasa, pagi hari, macet yang tak pernah berujung dan kesiangan.

Aku bergegas untuk pergi ke kampus, hari ini hari pertamaku menjadi mahasiswa “lagi”. Beribu pertanyaan menghampiri. Namun satu yang berbeda hari ini, keyakinan akan mimpi yang kembali.

Semua terlintas jelas. Mimpi yang lama terkubur, ia bangkit lagi.

“Maaf, ini bukan adegan film horror”.

Ups, sampai lupa. Perkenalkan namaku Jingga Aruna Gita Wimala. Kata teman-teman sih aku tomboi, penggila traveling, fotografi, dan satu lagi penghayal tingkat dewa dan dewi. Tapi harus aku akui memang begitu adanya. Hehe

Kalian cukup memanggilku Jingga atau Ingga.

****

Tiiit..tiiiit..tiiit..

“Woi berisik woi, sabar napa.” Teriakku tidak kalah kesal

Bunyi klakson kendaraan yang tak henti bersahutan menjadi penanda banyaknya orang yang mulai kehilangan kesabaran. Begitu juga aku, sepuluh menit lagi kelas akan dimulai, dan aku masih terjebak diantara manusia-manusia yang sama-sama berusaha membebaskan diri dari himpitan kendaraan roda dua maupun roda empat.

“Hemp” aku menghela nafas dalam-dalam.

“Bunyi klakson-klakson ini tampaknya akan selalu aku dengar setiap hari. Jadi belajar terbiasalah Jingga” gumamku dalam hati

Rasanya bosan mendengarnya, tapi aku masih suka tinggal di Kota Hujan ini.

Aku ingat kali pertama menginjakan kaki di kota ini sepuluh tahun lalu. Suasananya masih sepi, udara masih sejuk, ketika pagi kabut masih menyelimuti jalanan, angkutan umum pun tak sesemarak saat ini, pohon-pohon rindang masih menjadi pemanis taman kota, serta bangunan tua di mana-mana masih menjadi hunian sang empunya.

Tanah yang basah karena hujan, udara yang lembab, serta alunan-alunan nyanyian awan dengan halilintar berkilatan bagai sebuah tarian hujan dilangit yang menghitam, kadang menjadi momen yang akan selalu mengingatkanku pada Buitenzorg, yang berarti kota yang aman tentram. Pantas saja salah satu Istana Negara dibangun di Kota ini.

****

Aku berlari menuju sebuah gedung perkuliahan. Syukurlah aku tidak terlambat.

“Jingga. Masuk juga ternyata, aku pikir bakalan bolos karena masih semedi di puncak gunung” Violet menyapaku.

“Engga lah Vio, tobat dah. Dimarahin orang rumah tar.. hehe”

Perkenalkan, ini Violet, ia adalah teman dekatku, dia feminin, cantik, hobi shopping, dan tentunya baik hati tidak sombong dan tidak pandai menabung. Kami berteman sejak sama-sama kuliah di jenjang sarjana dan sekarang sama-sama melanjutkan kuliah untuk jenjang Pascasarjana di salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Hujan ini. Kita kuliah ga janjian loh, ya mungkin aku dan Vio jodoh kali ya.

Vio memiliki nama lengkap Violeta Kirana Dipta Nirmala, karena nama belakang kami yang mirip itulah kami jadi bersahabat. Aku, Wimala dan Vio, Nirmala, kami bersih tak bernoda. haha

“Sssst, ini bukan iklan sabun colek ya. Ini serius”.

Jadi waktu perkenalan mahasiswa baru, salah satu senior kami meminta kami berkenalan dengan menyebutkan arti dari nama kami masing-masing, karena kebetulan aku duduk bersebelahan dengan Vio, jadilah Sang senior berceloteh ria ketika mendengar arti nama kami.

“Nama lu berdua mirip, udah gitu macem selogan iklan sabun colek lagi, yang bisa bersihin tanpa noda“.

Satu ruangan berhasil dibuatnya tertawa, termasuk aku dan Vio yang kemudian berjabat tangan, resmi berkenalan.

****

“Pagi semua, selamat datang di salah satu kampus terbaik di Indonesia, perkuliahan kita mulai hari ini. Perkenalkan saya Satya Nugraha, yang akan mengajar kalian satu semester ke depan di mata kuliah Konservasi dan Ekologi Hewan. Saya akan menjelaskan sistem perkuliahan di kampus ini, terutama mata kuliah ini.”

Pak Satya menjelaskan dengan sangat detail. Beliau adalah salah satu dosen favorit di program studi kami. Beliau bilang, kalau dimata kuliah ini kami bakalan banyak kerja di lapangan.

Mendengar kata lapangan, selalu bikin adrenaline ku meningkat. Semangatku seperti baterai handphone yang hampir habis, lalu tiba-tiba di charger kembali.

“Kamu pasti seneng dong ya Jingga, mendengar kata lapangan-lapangan yang berulang-ulang. Bakalan jadi tempat kamu digembalakan nih” ledek Vio padaku.

“Hahaha, Sapi kali ah”

“Nanti akan ada asisten praktikum untuk mata kuliah ini. Kebetulan orangnya masih melakukan penelitian di lapangan dan baru minggu depan kembali. Jadi saya perkenalkan asistennya minggu depan saja ya” Pak Satya menjelaskan.

*****

“Akhirnya kelar juga kuliah hari ini”

“Aku balik duluan ya Vio, ngantuk, mau tidur, bye-bye

Tanpa bisa berkomentar apapun, Violet melepaskan kepergianku untuk melaksanakan tugas mulia yaitu tidur.

Aku lari-lari kecil menuju parkiran. Aku menghidupkan si Jago, vespa kesayanganku. Dan tancap gas..

Dan tiba-tiba…

“Woi, kalau nyetir pake otak dong”

Ada suara pria marah-marah padaku. Rem kutarik mendadak, langsung ku palingkan wajahku.

Ada seorang pria yang sedang bediri menatapku dengan wajah yang ditekuk penuh amarah. Ternyata aku membuat kemejanya kotor. Aku lupa, kalau kemarin malam hujan deras, dan jalanan berlubang ini menyisakan genangan air yang tak sengaja kuterjang dengan kencang.

Aku memarkir si Jago di tepi jalan, ku hampiri pria tersebut.

“Ups…Maaf ya, Tadi lubang jalannya ga keliatan.”

Ku ucapkan permohonan maafku padanya dengan wajah tertunduk.

“Sekali lagi maaf ya, gimana dong?. Mau aku antar ke toilet buat dibersihkan? atau…”

Kulirik wajah pria di depanku dengan ujung mataku, ia tampak masih kesal.

(Cerita ini adalah bagian pertama dari “Cerita di Kota hujan” Karya Eneng Nunuz Rohmatullayaly, Ig: @kelanakucom)

*Photo from berita8.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *