Hello Makna Kata

Menelisik Makna dalam Untaian Kata

CHOCOLATE CHEESE

-10 Februari-
Dalam perjalanan pulang Andini masih saja menatap bulan purnama yang terlihat malu bersembunyi dibalik awan hitam yang tipis. Memikirkan hatinya yang entah hingga kapan hanya memuja satu orang pria. Pria yang jelas-jelas telah menorehkan luka teramat dalam dihatinya.
Empat hari lagi adalah valentine. Intuisinya berkata inilah waktu yang tepat untuk memberikan bingkisan kecil kepada kekasih hati. Yah, kekasih hati yang kini telah menggenggam cinta bersama bunga yang lain. Andini tersenyum kecut mengingat kenyataan pahit itu. Entahlah, cinta yang dimilikinya terlalu besar untuk membenci pria itu. Raka, yang akan selalu ada dihatinya.

Mengejar sesuatu yang belum pasti. Adrenalin yang selalu terpacu untuk hal-hal yang kamu sukai, tapi sulit untuk digenggam. Actually it’s only about your ego. Sama seperti dulu, dan alasan kenapa kamu menjalani hidup seperti ini.

-Kafe, 13 Februari-
“Hai Din, apa kabar?”, sapa Raka saat melihat Andini memasuki sebuah restoran kecil yang terletak di depan studio kerja Andini. Walau telah berpisah, Andini dan Raka memang tetap berteman, hubungan mereka pun tidak berubah walau status mereka sebenarnya adalah mantan kekasih.
Andini tersenyum manis sambal menoleh kearah Raka, “Seperti yang kamu liat lah Ka, aku baik, kamu?”
“Masuk angin! Yaaa gitu deh, kerjan banyak banget, jadinya kurang istirahat”, balas Raka.
“Hah, seperti biasanya ya Ka, kamu tuh emang gitu, giliran bisa libur bukannya istirahat, malah travelling kemana-mana”, Andini berkata mantap, seakan telah mengenal Raka berabad-abad lamanya.
Yeah, you know me”, ucap Raka sambil tersenyum dengan tatapan mata tajam yang menggoda.
“Anyway Din’ nih berkas lamaran untuk di tempat kamu ya, siapa tau aja saya bisa juga kerja ditempat kamu, seru kan kalo kita bisa kerja bareng?”
“hahaha ok deh, nanti bakal diusahain sekuat tenaga ya Ka, aku bujuk HRD-ku,….hmmm tapi bakalan nambah saingan baru dong nanti” ujar Andini dengan nada menggoda. Diulurkan tangannya untuk mengambil amplop coklat yang disodorkan Raka.
Senyum Raka belum berubah, pikir Andini. Senyuman khas yang selalu membuat Andini jatuh cinta setiap kali melihatnya, tidak perduli seberantakan apapun penampilan Raka. Walau baru bangun tidur sekalipun, seperti dulu. Senyum itu selalu berhasil membuat jantung Andini berdegup tak beraturan.
Setelah menyeruput secangkir kopi hangat yang tersedia, Raka melanjutkan pembicaraannya.
“sebenernya saya gak pede waktu tau kalo kamu dan temen-temen kamu yang bakal menyeleksi semua calon pelamar, tapi kok rasanya adrenalin saya terpacu ya, jadi bikin penasaran, pengen tau bakal bisa lolos apa enggak, so… here I am.”
Andini hanya mengangguk tersenyum tanda mengerti. Sebaliknya pikiran dan hati Andini mulai berspekulasi.
Mengejar sesuatu yang belum pasti. Adrenalin yang selalu terpacu untuk hal-hal yang kamu sukai, tapi sulit untuk digenggam. Actually it’s only about your ego. Sama seperti dulu, dan alasan kenapa kamu menjalani hidup seperti ini. Yap, itulah dirimu Raka, pikir Andini.
Dikafe ini juga, 10 bulan yang lalu, tiba-tiba kamu ingin kita bertemu. Memang baru satu bulan kebersamaan kita, tapi perasaanku, rasa ini telah menjadi terlalu dalam. Malam itu tiba-tiba saja kamu menceritakan semua rahasia terbesar dalam hidupmu. Saat itu kamu mengungkapkan segalanya, tentang hubungan kita, tentang segala harapanmu, dan tentang Nadya. Hmph, Nadya…cinta pertamamu yang tercampakkan, menjadi sebuah tanda tanya besar didalam hatimu, menjadi sebuah obsesi untuk hidupmu. Kau masih mencintainya.
Kemudian kamupun meninggalkanku. Hanya karena kamu tidak bisa menemukan Nadya dalam diriku, aku tidak pernah bisa menjadi pengganti dirinya, itu tegasmu. Sendiri…….disudut ruangan ini, aku telah hancur malam itu. Walau tidak ada satu tetes airmatapun yang berlinang dipipiku. Walau dengan senyuman terbaik yang bisa kuberikan malam itu, juga dukungan tulus untukmu mengejar cintamu yang hilang. Sebagian jiwaku juga telah hilang. Aku melepasmu dengan kehancuran dalam jiwaku.
Tapi mengapa hingga saat ini masih saja dirimu yang ada dihatiku?
Keheningan menyentuh mereka berdua saat keduanya mencoba untuk tenggelam sejenak di dalam pikiran mereka masing-masing. Raka yang memandang kosong keluar jendela kafe dan Andini yang mempermainkan sepotong brownies dihadapannya.
“Din sebenernya hari ini saya harus ke Jogja, ada kerabat keluarga yang meninggal. Tapi saya males…”
“Loh emangnya kenapa?, pergi aja Ka, ‘ntar kan aku bisa titip oleh-oleh”
“hahaahaaha, enggak banget sih Din alesan kamu?! Saya males aja…karena….ya kamu tau lah, surat lamaran ini harus dikirim hari ini kan?, trus kalo saya pergi juga yang ada saya cuma jadi seksi sibuk disana, belum lagi badan yang udah mulai kerasa gak enak nih, capek banget….trus alesan yang laennya….hm…..rahasia deh hehehehe”
“wah apaan tuh, hmmmm, let me guess! Pasti ada hubungannya sama valentine besok yah?!
“Hei, betul banget! Kok kamu bisa aja sih nebaknya, Maki udah janji kasih coklat nih besok dan…saya yakin kamu juga pasti mau kasih coklatkan?” Raka tersenyum, senyuman yang begitu menggoda.
Andini yang sedari tadi mendengarkan perkataan Raka tiba-tiba tersedak dengan teh yang sedang diminumnya. Bagaimana Raka bisa tahu rencana valentine-nya tahun ini.
“Ughh..uhuk..uhuk…pede banget kamu Ka, aku bakal kasih kamu coklat? Haahaahaa….Hm, sebenernya boleh aja sih,….. tapi syaratnya kamu juga kasih aku coklat dong?!”
“Yeee… gak seru. Kalo gitu namanya tukeran dong?!”
“Ahhh serius nih?! Liat nanti lah ya Ka, aku belum ada waktu libur nih, jadi belum ada waktu buat bikin coklat-coklatan, Paling abis valentine ya, kalo kamu emang pengen ngerasain coklat buatanku”
“Ya elah Din. Gak susah kok coklat buat saya, cukup coklat ayam jago tuh, paling jadi favorit saya. Gak perlu yang mahal-mahal, yang ada nanti saya malah mules-mules lagi, inget kan dulu?!”
“Hahahahaa…Iya aku inget. Tenang, aku tau kok jenis coklat favorit kamu. Bukan coklat ayam jago tapi sapi perah yang kayanya bakal aku kasih ke kamu!” ucap Andini menggoda.
“Hm boleh juga tuh, sapi perah bisa saya piara trus susunya saya minum tiap hari, beneran ya Din, saya tagih loh nanti!” timpal Raka. Kemudian seperti biasa mereka akan tertawa bersama. Begitu renyah dan sederhana jalin persahabatan mereka. Setidaknya itulah yang terlihat dari kacamata orang awam yang memandang mereka di sudut kafe ini.
Dan selalu seperti itulah obrolan mereka, menyisakan perih yang masih terbuka dihati Andini, tapi juga kebahagian yang membawa sejuta warna dalam keseharian Andini.

Buku harian berwarna coklat itu adalah sahabat yang paling setia untuk Andini. Dia membuka satu lembar kosong yang akan segera dihiasi goresan penanya malam itu. Goresan luka hatinya.

-kamar, 15 Februari-
Malam itu Andini meresapi hujan yang membasahi jendela kamarnya. Dia memandang satu mug bermodel sapi gemuk yang lucu. Dia kembali berpikir akan satu rasa cinta dihatinya.
Dua hari yang lalu, setelah bertemu dengan Raka, dia berkeliling di sebuah plaza untuk mencari sesuatu yang unik juga lucu, yang sangat mencerminkan kepribadian Raka.
Tepat di hari valentine (disaat semua orang merayakan hari kasih sayang dengan penuh cinta) dia berkutat didapurnya yang mungil untuk membuat coklat special. Potongan-potongan kecil keju menjadi isi dari dark chocolate untuk menggantikan kacang yang sangat dibenci oleh Raka. Coklat ini adalah ungkapan rasa Andini kepada Raka.
Seperti yang telah dijanjikan, Andini memang tidak akan memberikan Raka coklat ayam jago, tetapi coklat sapi perah. Satu hal yang juga disukai oleh Raka.
Andini masih memandang bingkisan mug lucu itu. Bingkisan yang seharusnya telah sampai ditangan Raka saat ini. Andini merasakan hatinya menjadi ragu. Harusnya hari ini mereka bertemu, tapi tiba-tiba Raka mendapatkan tugas yang mengharuskannya keluar kota selama dua minggu. Hanya sedikit rasa penyesalan yang terdengar dari suara Raka saat dia menelpon Andini tentang perubahan rencana itu. “Sorry ya Din,” hanya itu.
Andini sadar, dia bukanlah seseorang yang dicintai oleh Raka, bukan pula seorang sahabat yang selalu dibutuhkan oleh Raka. Walau hidup mereka pernah terhias bersama, sepertinya hanyalah Andini yang mencintai Raka dan tidak sebaliknya.
Sambil mengusap air mata yang hampir mengering disudut matanya, Andini mengambil sebuah buku yang terletak disamping tempat tidurnya. Buku harian berwarna coklat itu adalah sahabat yang paling setia untuk Andini. Dia membuka satu lembar kosong yang akan segera dihiasi goresan penanya malam itu. Goresan luka hatinya.
Coklat itu telah mengungkapkan segalanya…
Luapan bahagia, menyenangkan,
Saat tertawa dan menangis bersama
Saat-saat aku berada didalam pelukanmu
Juga setelahnya…
Perasaan “ajaib” yang tercipta
Walau hanya menggenggam jemarimu
Atau melihatmu tersenyum
Semuanya terlukis dalam keju-keju kecil yang terbenam didalam coklat favoritmu.
Dark chocolate.
Seperti rasa cintaku, manis dan asin
Terasa pahit dan memerihkan hati
Namun aku masih mencintaimu
Entah sampai kapan….
 Penulis: Rianti
(Naskah asli 2006; Modifikasi 2016)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *