Hello Makna Kata

Menelisik Makna dalam Untaian Kata

CASE NUMBER ONE (Part 4)

Disclaimer: Cerbung ini hanya fiktif belaka. Murni pemikiran penulis.

Bruuuk….
Suara dentuman itu membangunkan Detektif Sigra. Menarik dirinya dari memori 5 tahun lalu yang terproyeksi dalam mimpinya. Ia mengerjap matanya, mencoba memfokuskan pandangan pada objek didepannya. Amadea rupanya. Wanita tersebut hanya berdiri tanpa rasa bersalah karena telah mrmbangunkan partner kerjanya sewenang-wenang.

“Sudah bangun?”, begitu komentar santai yg terucap dari mulut Amadea

“Mmm…ada apa kau membangunkanku?”

“Tidakkah Bapak sadar?”

“Apa?”

“Bahwa Nana dan Shabita adalah orang yang sama”

“Maksudmu?”

“Ini, lihatlah! apa Bapak tidak mengamati cara Shabita menulis buku hariannya, coba Bapak baca lagi baik-baik”

Detektif Sigra mengambil agenda merah didepannya. Membukanya dan membolak-balikkan halamannya.

“tidak ada yang aneh”

“Huft…memang tidak akan bisa mengerti, sini Saya perlihatkan…”

Amadea merebut agenda merah tersebut dari tangan Detektif Sigra.

“Bapak lihat polanya. Shabita memiliki dua kepribadian. Mungkin alter egonya. Saya duga nama Nana berasal dari namanya sendiri, Adalina…Na…Nana, mungkin itu nama kecilnya, dia menderita depresi berat, dan menuangkan semuanya kedalam buku harian ini. Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan berganti menjadi seorang Nana. Saya sudah membaca semua catatan penyelidikan kasus ini. Dalam wawancara dengan sekolah, tidak ada yang mengaku teman Shabita seorang pun. Dia tidak memiliki wadah untuk menceritakan masalahnya. sementara keluarganya pun tidak membantu namun justru menjadi akar dari masalah depresinya”

Detektif Sigra hanya termenung mendengarkan penjelasan panjang lebar Amadea.

“Apa Bapak sudah melihat rekaman cctv sekolah yang kau tugaskan kepada Arif?”

“Belum…”

“Lebih baik Bapak lihat sekarang, dan akan mengerti apa yang Saya bicarakan”

***

Layar tersebut mempertontonkan rekaman cctv koridor sekolah. Tanpa sengaja angle yang terekam adalah toilet wanita, menampilkan sederet wastafel beserta cermin lebar. Waktu rekaman menunjukkan angka 5.15 P.M. Terlalu sore untuk seorang pelajar berada di lingkungan sekolah, termasuk Shabita. Ia terlihat membelakangi cctv, sedang memandang ke arah cermin. Dari pantulan cermin terlihat dirinya berbicara dengan pantulan dirinya. Pembicaraan bisu itu berlangsung cukup lama. Yang membuat Detektif Sigra tertegun heran adalah perubahan ekspresi Shabita dari waktu ke waktu. Di satu waktu Ia menangis, beberapa saat kemudian Ia tersenyum kepada pantulannya, lalu tetiba menangis lagi.

“Percaya kan?”, sahut Amadea yang duduk disebelah Detektif Sigra

“Jadi…..perubahan ekspresi wajah itu menunjukkan dia depresi?”

“Mungkin, yang pasti bukti ini menunjukkan bahwa dia memiliki 2 kepribadian, sebagai Shabita, dan sebagai Nana, dan pembicaraan “mereka” direkam Shabita dalam buku hariannya. Depresi yang terlalu berat dapat membuat seseorang menciptakan tokoh baru, biasanya alter egonya, yang mereka harapkan terjadi pada mereka”

“Apakah hal seperti ini bisa diobati?”

“Tergantung, jika belum terlalu berat dapat ditangani dengan obat-obatan, untuk itu kita harus mencari bukti baru”

“Bukti baru?”

“Ya, untuk meyakinkan hipotesis ini”

“Jadi?”

“Jadi Saya akan mencari medical record Shabita sementara Bapak menghubungi keluarga lagi untuk menanyakan hal tersebut, Saya merasa ada yang ditutup-tutupi oleh pihak keluarga”

“Oke, besok sore laporkan hasil kerjamu didepan rekan yang lain”

“Baik pak!”

Amadea lalu pergi meninggal atasannya sendirian. Untuk beberapa saat Detektif Sigra menyinggungnya senyum diwajahnya. Ternyata tidak ada salahnya menambah personil baru dalam timnya.

***

Keesokan paginya Detektif Sigra dan Gugun sudah berdiri di depan gedung Fakultas Kedokteran Universitas Nusantara. Salah satu tempat terbaik di negeri ini untuk belajar menjadi seorang dokter. Para mahasiswa lalu lalang melewati Detektif Sigra dan bawahannya, terlalu sibuk untuk menyadari kehadiran dua orang polisi di fakultas mereka. Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun lewat juga. Seorang pria tinggi, agak kurus, dan memiliki rambut cepak ala tentara melintas didepan mereka. Dia adalah kakak Shabita Adalina.

“Tony?”

Tony lantas berhenti ketika namanya dipanggil. Ia menengok ke arah sumber suara.

“Tony Adalina?”

“Iya”

“Saya Sigra Hermawan, detektif yang menyelidiki kasus kematian adik anda. Dan ini Gugun Sembiring, rekan kerja saya”

Tony hanya tertegun diam. Sepertinya Ia tidak menyangka kalau polisi akan mencarinya sampai ke kampus.

“Apa anda sibuk? Punya waktu luang?”

“Iya”

“Boleh ngobrol sebentar dengan saya?”

“Mmm boleh”

“Baiknya kita mengobrol di kafe seberang depan”

***

Tony nampak tidak nyaman duduk berhadapan dengan dua polisi didepannya. Polisi yang mengenalkan dirinya sebagai Sigra terlihat menikmati kopi yang dipesannya, sementara polisi yang satunya sibuk menyiapkan sejumlah kertas, pulpen, dan sebuah alat perekam.

“Langsung saja kita mulai sesi wawancaranya, sebelumnya saya meminta maaf atas kedatangan kami yang mendadak ke kampus Tony, kami agak kesulitan menemui anda dirumah, jadi terpaksa kami datang kesini”

“Iya tidak apa-apa Pak, saya juga memang tidak tinggal di rumah. Sejak kuliah disini saya menetap di apartemen dekat kampus”

“Seberapa sering anda pulang ke rumah?”

“Tidak tentu, paling 2 atau 3 bulan sekali, kecuali kalau ada acara keluarga atau hal-hal penting”

” Apa anda dekat dengan adik anda?”

“emm, dibilang dekat banget juga tidak, tapi komunikasi tetap rutin”

“maksud anda?”

“2 kali seminggu saya menanyakan keadaan rumah lewat Shabita”

“kalau begitu, apa anda mengetahui mengenai depresi yang dialami Shabita?”

Mendengar kalimat itu Tony langsung diam tertegun. Butuh beberapa saat untuk dirinya menjawab pertanyaan tersebut.

“I…Iya”

“Oh jadi anda tahu mengenai hal itu namun di kesaksian anda sebelumnya anda tidak mengatakan masalah ini”

“Tidak mungkin saya tidak tahu Pak, saya ini mahasiswa kedokteran, Shabita tidak pernah mengatakan secara langsung dirinya depresi, justru saya yang menyarankannya bertemu psikiater”

“Lalu apa dia menuruti saran anda?”

“Iya, beberapa bulan pertama, dia juga diberi beberapa obat oleh psikiater, namun setelah itu pengobatan berhenti, saya jug tidak tahu alasannya”

“Apakah kedua orangtua anda mengetahui hal ini?”

“Sangat tahu. Saya yang pertama kali memberitahu mereka, namun….”

“Namun apa?”

“Namun mereka berdua tidak ada yang peduli. Papa terlalu sibuk dengan pekerjaannya di luar rumah. Sementara mamah tidak peduli sama sekali dengan Shabita”

“Kenapa begitu?”

“Karena Shabita bukan adik kandung saya”

-BERSAMBUNG-

Karya: Aurora Fathyaa

Ig: @au_9268

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *