sudah lama
dia ingin
membuat
rangkaian bunga
untuk melengkapi
dirinya saat akan
pergi ke suatu
tempat, yang katanya
“bakal berdua saja”
padahal telah dia kunjungi
puluhan toko bunga,
tapi tak satu pun
bunga yang memiliki
warna cocok dengan
inginnya, hitam.
bahkan di hadapan
vas bunga, jendela
yg muram
dia malah menggunting
bunga itu dan
membiarkannya
selama hari-hari
masih membangunkan
dirinya ketika
pagi.
pada siapa, aku
harus bilang.
kalau ” kalian
tidak mengerti,
tidak tahu
bunga ini, oleh-
olehku untuk
kuburan yang
sepi, sendiri
di sana”.
lalu dia, memotong
urat nadi. mencoba
meracik warna.
hitam inginnya.
dia campurkan
darah itu dengan
pakaian-pakaian
berwarna hitam
milik seorang perempuan
yang selalu
tak membiarkan senyumnya
digantikan orang lain.
terjadilah warna itu melebihi
hitam. malah dia, bilang
ini warna malam.
bergegaslah dia
mencari kuburan
itu. mencari
nisan yang
menulis huruf-huruf
bernama ibunya.
“ibu, kuserahkan
bunga hitam ini
di sisi makammu,
lengkap dengan diriku
untuk kauajak
bersama”
(Oleh: Adi; Editing: MaknaKata)