sifat air menginginkan
turun dari ketinggian.
air mengimani langit
agar hujan menjadikan
air jatuh bermacam bentuk.
rintik (perasaan-kehilangan),
gerimis (perasaan-kesedihan),
rintik reda gerimis (perasaan-
yang lupa disimpan di mana),
sangat deras (perasaan-marah)
dimana-dimana, akan kautemukan
sifat air. 1. Saat kau menyeduh. 2. saat kau minum. 3. saat kau menelan. 4. saat kencing. 5. saat menyusu. 6. saat membuang tai. 7. saat meludah.
8. saat ayah menyuruh ibu memasak di dapur. 9. saat nanti kau-bercinta.
dulu sejak ibu masih ada. ibu melarang aku main sambil telanjang di lapangan saat tengah hujan deras. kata ibu, “awas nak, nanti tubuhmu, dirasuki sifat hujan, cepat kembali ke rumah, nak!”
kala itu, aku mencapai pengertian, kata “awas” berbisik di telingaku, pelan-pelan ia katakan, “ibumu menyebutkan nama ‘aku’ lantaran, ada bahaya dari sifat hujan, yang tak diinginkan ibumu, meresap ke pori-pori kulitmu, lalu menyatu kokoh bersama dagingmu.”
ingin aku menghabisi sifat hujan.
aku ingin membakar hujan. dan
ingin aku jadikan kebiasaan.
tapi melawan sifat hujan seperti
melihat air di lautan, maka sedikitlah
air di sungai
bagaimana cara menjatuhkan kekuasaan?*kekuasan sifat hujan
bukankah sifatnya yang menginginkan turun dari ketinggian, adalah cermin dari kemusnahannya?
di setiap akal, otak berpesan, “nak mulailah. dengan kau mandi. kau jatuhkan air dari ketinggian pakai gayung ke tubuhmu, rendahkanlah sifat air. buat ia jadi air bekas mandimu, lalu kauberi ia pilihan: ingin terbuang di tempat-tempat kering yang tak kan terjadi genang atau ingin direbus sampai menguap”
aku pun membakar hujan.
Karya: Adi Darmawan